Sumber : http://news.liputan6.com/read/791880/komnas-ham-selidiki-pelanggaran-penggerebekan-teroris-ciputat
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan rekonstruksi
penggerebekan yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri terhadap terduga
teroris yang terjadi di Jalan H Dewantoro Gang H Hasan, Ciputat,
Tangerang Selatan, Banten.
Rekonstruksi ini dilakukan untuk
menyelidiki apakah ada pelanggaran HAM atau tidak dalam penggerebekan
terduga teroris di Ciputat.
"Komnas HAM melakukan rekonstruksi
penembakan kemarin. Kami akan menilai peristiwa ini ada pelanggaran
HAM-nya atau tidak," ujar Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila di
Ciputat, Sabtu (4/1/2014) siang.
Kegiatan rekonstruksi ini
merupakan proses awal untuk Komnas HAM dalam mencari fakta yang terjadi
pada peristiwa yang telah menewaskan 6 terduga teroris. Menurut Siti
Noor, masih ada tahapan lainnya yang harus dikerjakan Komnas HAM agar
mendapatkan data yang dibutuhkan.
Anggota Komnas HAM lainnya, Nur
Cholis menyatakan, pihaknya belum dapat mengomentari lebih banyak
mengenai dugaan adanya pelanggaran pada operasi Densus 88 saat
menggerebek Dayat cs.
"Kita masih harus cek bukti-bukti yang ada,
ketemu keluarga (terduga teroris), ketemu tersangka yang masih hidup,
dan bertemu teman-teman (Densus) yang turut dalam operasi," ujar Nur
Cholis.
Dia berjanji lembaganya akan mengetahui fakta yang
terjadi setelah melakukan kegiatan tadi selama seminggu. "Kita harus
objektif menilai peristiwa. Seminggu sudah selesai. Termasuk menemui
terduga yang masih hidup," tandas Nur Cholis.
Keenam terduga
teroris yang tewas dalam penggerebekan adalah Nur Hidayat, Rizal Al
Ma'aruf, Nurul Haq, Fauzi Sardi Permana, Eduard alias Edo, dan Hendi
Albar. (Riz/Sss)
ANALISIS :
Ya. Densus 88 memang layak diinvestigasi atas pelanggaran HAM, dan Komnas HAM harus cepat menangani dan mencari fakta tentang penembakan para terduga teroris ini yang menyebabkan 6 orang tewas.
a. Asas Ius-Sanguinis dan Asas Ius-Soli
Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat –
syarat untuk menjadi warganegara. Terkait dengan syarat – syarat
menjadi warganegara dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua asas
kewarganegaraan, yaitu asas ius-sanguinis dan asas ius-soli.
· Asas ius-sanguinis adalah asas keturunan dan hubungan darah,
artinya bahwa Kewarganegaraan seseorang adalah warga negara A karena orangtuanya adalah warganegara A.
· Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status
Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya di negara B
tersebut.
b. Bipatride dan Apatride
Dalam hubungannya antarnegara seseorang dapat pindah tempat dan
berdomisili di negara lain. Apabila seseorang atau keluarga yang
bertempat tinggal di negara lain melahirkan anak, maka status
Kewarganegaraan anak ini tergantung pada asas yang berlaku di negara
tempat kelahirannya dan berlaku di negara orangtuanya. Perbedaan asas
yang dianut oleh negara yang lain, misalnya negara A mengenut asas
ius-sanguinis sedangkan negara B mengenut asas ius-soli, hal ini dapat
menimbulkan status biptride atau apatride pada anak dari orang tua yang
berimigrasi diantara kedua negara tersebut.Bipatrid ( dwi
Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan dari dua negara
terkait seseorang dianggap sebagai warganegara kedua negara itu.
Misalnya, Adi dan Ani adalah suami istri yang berstatus warga negara A
namun mereka berdomisili di negara B. Negara A menganut asas
ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli. Kemudian lahirlah
anak mereka Dani. Menurut negara A yang menganut asas ius-sanguinis,
Dani adalah warga negaranya karena mengikuti Kewarganegaraan orang
tuanya. Menurut negara B yang menganut ius-soli, Dani juga warga
negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di negara B dengan demikian
Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride. Sedangkan
apartride ( tanpa Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan
Kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warganegara dari negara
manapun. Misalnya, Agus dan Ira adalah suami istri yang berstatus
warganegara B yang berasas ius-soli. Mereka berdomisili di negara A yang
berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut
negara A, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya
bukan warganegaranya. Begitu pula menurut negara B, Budi tidak diakui
sebagai warganegaranya, karena lahir di wilayah negara lain. Dengan
demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.
SUMBER : http://inisantoso.wordpress.com/2012/10/13/asas-asas-kewarganegaraan/
Dalam postingan
minggu ini akan membahas sebuah masalah kependudukan di negara tercinta
ini, Indonesia. Sebelum masuk ke dalam sebuah masalah, alangkah
baiknya kita mengenal dan mengerti apa definisi dari sebuah penduduk
itu. Berdasarkan Link kompasiana
, yang di
maksud dengan Penduduk adalah orang atau sekelompok orang yang tinggal
di suatu tempat. Adapun yang dimaksud penduduk Indonesia adalah
orang-orang yang menetap di Indonesia. Berdasarkan publikasi dari Badan
Pusat Statistik (BPS), basil census pada tahun 2000 menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia berjumlah 202,9 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk
yang demikian banyaknya, Indonesia menduduki urutan keempat sebagai
negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina,
India, dan Amerika Serikat.
Penduduk
Indonesia terdiri atas beherapa suku hangsa, kebudayaan, dan memiliki
berhagai bahasa daerah. Keragaman yang ada di Indonesia tidak membuat
hangsa Indonesia terpecah belah. Keragaman ini dijadikan dasar untuk
membina persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan, persatuan keragaman ini
dijadikan semboyan dan dicantumkan dalam lambang negara Garuda
Pancasila. Semboyan tersebut berbunyi “Bhinneka Tunggal lka” yang
artinya meskipun berbeda-beda tetapi satu jua. dan hutan musim. Flora
Indonesia bagian timur banyak memiliki persamaan dengan wilayah
Australia sehingga sering dinamakan torn Australis. Sebagian besar flora
Indonesia bagian timur terdapat di Papua. jenis vegetasinya terdiri
atas hutan hujan tropis, hutan mangrove (bakau), dan hutan pegunungan.
Begitu
banyaknya masalah yang ada di negara kita maka dari itu di sini akan
mengangkat sebuah topik permasalahan Kewarganegaraan Indonesia,di mana
anak yang orangtua beda negara harus memilih negara yang di kehendaki
yang sesuai dengan UU yang berlaku. Lebih jelasnya, penduduk Indonesia
atau seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh
UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan
diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI
Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada
orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk
Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan
diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga
negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional. (oleh wikipedia Indonesia).
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah ( dari uu kewarganegaraan 2006.html)
1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu
warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. anak yang
lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak
memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. anak yang
lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang
ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya
tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11. anak yang
dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI,
yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. anak dari
seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi:
1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan
belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai
anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. anak yang
belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di
wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk
dalam situasi sebagai berikut:
1. Anak yang
belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di
wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara
Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima
tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak
mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun
2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak
yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007.
Hak dan kewajiban dalam UUD 1945
Hak dan kewajiban warganegara dalam Bab X psl 26, 27, 28, & 30 tentang
warga Negara :
Pasal 26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga Negara pada ayat 2, syarat ±syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-undang.
Pasal 27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukan nya
didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undang-
undang.
Pasal 30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur
dengan UU.
Asas Ius Soli dan Ius Sangunis
Salah satu
persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur
warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga
negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain.
Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan
salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip µius soli atau prinsip µius
sanguinis. (oleh Jimly Asshiddiqie)
a. Ius Soli (Menurut Tempat Kelahiran) yaitu; Penentuan status
kewarganegaraan
seseorang berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Seseorang yang
dilahirkan di negara A maka ia menjadi warga negara A, walaupun orang
tuanya adalah warga negara B. asas ini dianut oleh negara Inggris,
Mesir, Amerika dll
b. Ius
Sanguinis (Menurut Keturunan/Pertalian Darah) yaitu; Penentuan status
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan dari negara mana
seseorang berasal Seseorang yg dilahirkan di negara A, tetapi orang
tuanya warga negara B, maka orang tersebut menjadi warga negara B. asas
ini dianut oleh negara RRC
Negara Amerika
Serikat dan kebanyakan negara di Eropa termasuk menganut prinsip
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang
dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai
warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang
sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang
mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status
anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara
Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman
keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali
penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena
direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan
anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan
pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah
sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses
persalinan.
Dalam hal,
negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau
dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan
menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang
bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan
yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double
citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan
sama sekali (stateless).
5
Berbeda dengan
prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip µius sanguinis
yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status
orangtua yang berhubungan darah dengannya.
Apabila
orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis
kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan
orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan
antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi
membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status
kewarganegaraannya.
Sering terjadi
perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang
berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan
sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal
pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang
melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan
persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri
mereka.
Oleh karena
itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan
atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau
pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang
ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah
hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip µius soli¶
sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung
mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan
ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya.
Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses
pewarganegaraan
(naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat
mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian
pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan
selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang
sah.
Selain kedua
cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga
dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi.Cara ketiga ini
dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi
di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru
dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan
melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan
dengan cara registrasi saja.
Dari segi
tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum
negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya,
menganut prinsip µius soli¶, maka menurut ketentuan yang normal, status
kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun
daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja
diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk
menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi
atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status
kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa.
Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang
menganut prinsi µius soli, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika
Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan
tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan
Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh
melalui tiga cara, yaitu:
(i) kewarganegaraan karena kelahiran atau µcitizenship by birth
(ii)kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau µcitizenship by naturalization
(iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau µcitizenship by registration
SUMBER : http://lanlanfesa.blogspot.com/2012/10/masalah-kependudukan-indonesia.html
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/403985/presiden-partisipasi-rakyat-perkuat-demokrasi
Nusa Dua
(ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan partisipasi
rakyat dalam pengambilan kebijakan yang berdampak langsung pada rakyat
adalah satu dari empat kunci sukses untuk memperkuat demokrasi dalam
masyarakat majemuk.
"Kita harus menciptakan suatu lingkungan di mana rakyat merasa turut
berperan dalam (menentukan) kebijakan yang dikeluarkan. Di suatu negara
dengan keberagaman budaya dan wilayah yang luas seperti Indonesia, hal
itu membutuhkan sistem pemerintahan desentralisasi," kata Presiden
Yudhoyono di Bali, Kamis.
Oleh karena itu, kata Presiden, salah satu reformasi utama dalam
transisi demokrasi di Indonesia adalah pembentukan sistem pemerintahan
desentralisasi.
"Pendekatan itu sangat penting, misal, dalam upaya untuk mengakhiri
pemberontakan separatis yang telah berlangsung selama tiga dasawarsa di
Aceh. Pendekatan itu juga menjadi upaya kunci kami untuk mempromosikan
kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat," kata Presiden dalam
pidatonya saat membuka Forum Demokrasi Bali (BDF) VI.
Pada kesempatan itu Presiden Yudhoyono berbagi pengalaman Indonesia
untuk terus menjaga kelangsungan demokrasi pada bangsa yang terdiri
lebih dari 300 kelompok etnis, 700 bahasa, beragam keyakinan dan 17 ribu
pulau.
Selain partisipasi rakyat, Presiden Yudhoyono juga menyebut jaminan
hak-hak konstitusi warga, penegakan hukum serta promosi tolerasi dan
dialog antar kelompok yang berbeda sebagai pendekatan Indonesia untuk
menjaga kelangsung demokrasi.
Ia menyebut hak konstitusi meliputi kebebasan beragama, kebebasan
berekspresi, persamaan di depan hukum, non diskriminasi, dan
perlindungan terhadap minoritas.
"Hak konstitusi bagi seluruh rakyat harus dijamin. Hak-hak ini
meliputi kebebasan beragama, berekspresi, persamaan di muka hukum,
non-diskriminasi dan perlindungan terhadap kelompok minoritas. Kami
memberi makna pada hak-hak ini, yang menjadi dasar dari hukum dan
peraturan kami," katanya.
Pendekatan ketiga, kata Presiden, adalah penegakan hukum. "Hak asasi
dari seluruh rakyat harus dihormati. Ini juga meliputi perlindungan hak
asasi kelompok minoritas. Oleh karena itu penting bagi kita untuk
menjamin keinginan mayoritas dan hak kelompok minoritas di konstitusi,"
kata Presiden.
Indonesia, kata Presiden, terus memastikan bahwa penghormatan dan
persamaan hukum menjadi bagian intergral dari cara hidup bangsa
Indonesia.
Pendekatan terakhir, kata Presiden, adalah promosi interaksi
antar-kelompok untuk mendorong pemahaman bersama, tolerasi dan kohesi
sosial.
"Kami harus mendorong dialog antar kelompok agama, etnis
dan ekonomi-sosial. Sebagai hasilnya kami promosikan persahabatan dan
resolusi damai dari sejumlah sengketa antar-mereka," katanya.
BDF kali ini yang bertema Konsolidasi Demokrasi dalam Masyarakat
Majemuk dihadiri oleh tiga kepala pemerintahan yaitu Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, dan PM
Timor Leste Xanana Gusmao.